Menjelang Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Menurut buku Telaga Cinta Rasulullah karya Fuad Bawazir, ada 12 peristiwa yang menyertai kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Pada malam tanggal pertama Rabi'ul Awwal, Aminah merasa tenang dan damai karena mendapatkan kedamaian dan ketenteraman dari Allah SWT.
Malam kedua, Aminah menerima kabar dari Allah SWT bahwa ia akan segera memperoleh anugerah yang besar dan mulia.
Malam ketiga, Aminah kembali menerima pesan dari Allah SWT bahwa ia sebentar lagi akan melahirkan nabi paling agung dan mulia.
Malam keempat, suara zikir malaikat terdengar jelas hingga ke telinga Aminah.
Malam kelima, Aminah bermimpi bertemu Nabi Ibrahim AS yang memintanya untuk bergembira karena akan melahirkan seorang nabi yang mulia.
Malam keenam, Aminah melihat cahaya memenuhi sudut-sudut alam semesta, hingga tidak ada kegelapan.
Pada malam ketujuh, Aminah melihat malaikat datang berbondong-bondong ke rumahnya, membawa kabar gembira bahwa kelahiran Rasulullah SAW sudah semakin dekat.
Malam kedelapan, Aminah mendengar seruan kepada seluruh penghuni alam untuk berbagi, karena kelahiran Rasulullah SAW sudah semakin dekat.
Di malam kesembilan, Aminah merasakan ketenangan dan kedamaian, sehingga tidak merasa sedih sedikit pun.
Malam kesepuluh, Aminah melihat tanah Mina dan Khaif bergembira menyambut kelahiran Muhammad SAW.
Malam kesebelas, Aminah melihat seluruh penghuni langit begitu senang menyambut detik-detik kelahiran sang Rasul.
Malam keduabelas, Aminah yang sendirian di rumah awalnya menangis tersedu-sedu, tetapi kemudian melihat langit begitu cerah. Sementara itu, Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW, sedang bermunajat di Ka'bah.
Semua nabi-nabi yang hadir dalam mimpi Aminah berpesan bahwa ketika Rasulullah SAW lahir, namai anak itu dengan nama "Muhammad" yang artinya 'Terpuji'.
Ajakan Nabi kepada Kepala-kepala Negara untuk Masuk Islam
Pasca perdamaian Hudaibiyah, Nabi saw yang pada batasan tertentu merasa tenang dari penyelewengan-penyelewengan dan kelancangan-kelancangan Quraisy, pada tahun ke-7 H berencana untuk mengajak para pemimpin dan para raja yang memiliki kekuasaan di sekitar daerahnya. Kemudian beliau mengirimkan beberapa surat kepada imperatur Roma Timur, Iran, Najasyi dan juga Amir Ghasaniyan Syam dan Amir Yamamah.[71]
Disebabkan Perjanjian Hudaibiyah telah ditentukan bahwa setiap kabilah dapat mengikat tali perjanjian dengan kedua kelompok Quraisy atau muslimin. Khuza'ah mengikat perjanjian dengan Muhammad saw dan Bani Bakar mengadakan perjanjian dengan Quraisy. Pada tahun ke-8, terjadi pertempuran antara Bakar dan Khuza'ah, dan Quraisy membantu Bani Bakar untuk mengalahkan Khuza'ah. Dengan demikian, perundingan Hudaibiyah pun terbengkalai, karena Quraisy telah memerangi kabilah yang mengadakan perjanjian dengan Nabi saw. Abu Sufyan yang tahu akan hal itu, kekurangajaran ini jelas tidak lepas dari balasan, langsung dia pergi berangkat ke Madinah mungkin perundingan itu dapat diperbaharui akan tetapi dia datang dengan tidak membawa hasil.
Pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H, Nabi saw bersama dengan 10.000 orang pergi beranjak ke Mekah. Dan pemberangkatan ini sengaja disusun dengan rapi supaya perjalanan beliau tidak diketahui oleh seorangpun. Setelah pasukan sampai ke daerah Mar al-Zhuhran, Abbas, paman Nabi, ketika malam keluar dari kemahnya, dan berhendak menemui seseorang di kota Mekah dan melalui perantaranya ia ingin memberikan pesan kepada orang-orang Quraisy bahwa sebelum mereka binasa hendaklah mereka berserah diri kepada Nabi saw. Pada malam itu, dia bertemu dengan Abu Sufyan dan ia melindunginya dan dibawa ke hadapan Nabi. Abu Sufyanpun menjadi muslim.
Di hari yang lain Nabi memerintahkan Abbas untuk menempatkannya di sebuah tempat yang layak sehingga pasukan muslimin berjalan lewat di depannya. Abu Sufyan yang melihat kebesaran muslimin kepada Abbas berkata: Kerajaan anak saudaramu sudah besar. Abbas berkata: Celaka engkau, ini adalah kenabian bukan kerajaan. Dia berkata: Ya begitulah! Abbas berkata kepada Nabi: Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang mau memiliki keistimewaan. Nabi berkata: Siapa saja yang kembali ke rumahnya dan menutup pintu rumahnya dia akan aman, siapa saja yang berlindung di rumah Abu Sufyan dia akan aman, siapa saja yang masuk ke Masjidil Haram dia akan aman. Pasukan yang begitu banyak perlahan-lahan memasuki kota Mekah. Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak meriwayatkan bahwa:
Nabi saw tiba di Masjid dan dalam keadaan mengendara mengelilingi Kakbah tujuh kali dan di depan pintu Kakbah berhenti dan berkata:
Penduduk Mekah melanggar segala bentuk pengakuan hukum, kecuali pelayanan kepada Kakbah dan pemberian minum kepada para jamaah haji. Nabi saw tinggal di Mekah selama dua hari dan membenahi seluruh pekerjaan kota. Salah satunya adalah mengirim orang-orang ke pinggiran-pinggiran Mekah supaya menghancurkan tempat-tempat peribadatan patung berhala dan patung-patung berhala yang mereka letakkan di dalam rumah Kakbah juga dihancurkan. Perbuatan yang dilakukan Nabi terhadap penduduk Mekah, telah menampakkan kemurahan Islam dan kebijaksanaan Nabi agama ini kepada para penentang. Quraisy yang selama 20 tahun ini tidak pernah lepas melecehkan dan menyakiti Nabi saw dan para pengikutnya takut dan khawatir akan pembalasan dan karena mereka mendengar jawaban mereka dari Nabi yang berkata: kalian semua telah aku bebaskan; maka semenjak hari itu, daripada mereka berperang dengan Islam, atas nama Islam mereka telah mengambil rencana untuk berperang dengan non muslim.[72]
Peristiwa Ghadir Khum
Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Nabi turun di sebuah tempat daerah Juhfah yang tempat tersebut adalah jalan perpisahan warga Mesir, Hijaz dan Irak. Di sebuah lembah yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, perintah Allah sampai kepada beliau supaya beliau melantik Ali as sebagai penggantinya dan dengan ibarat yang lebih jelas adalah nasib pemerintahan Islami harus sudah jelas setelah keberangkatan Nabi saw. Rasulullah dalam perkumpulan kaum muslimin yang para ahli sejarah menulis jumlah mereka sekitar antara 90 sampai 100 ribu orang, Nabi mendeklarasikan dan bersabda:
Setelah kepulangan Nabi dari ibadah haji, sementara Islam semakin hari semakin terlihat kuat dan perkasa. Kesehatan Rasulullah pun terancam, namun dengan adanya sakit yang dia derita, Nabi masih tetap mempersiapkan sebuah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk membalas kekalahan kaum muslimin di perang Mu'tah. Namun sebelum pasukan ini pergi untuk menjalankan perintah tersebut, Rasulullah saw telah pergi menemui Tuhannya. Dan disaat beliau pulang keharibaan-Nya, persatuan Islam telah terealisasi di seluruh semenanjung jazirah Arab dan Islam dibawa ke perbatasan pintu masuk dua kaisar agung Iran dan Romawi.
Pada permulaan tahun ke-11 H, Nabi terserang sakit dan kemudian wafat. Ketika sakitnya Nabi sudah mulai parah, ia naik ke mimbar dan berpesan kepada kaum muslimin supaya mereka saling kasih sayang dengan sesama mereka dan ia berkata: Jika seseorang mempunyai hak padaku maka ambillah atau halalkan dan jika seseorang merasa aku telah mengganggunya, sekarang aku siap untuk menerima balasan.[82]
Menurut penukilan Shahih Bukhari, salah satu dari buku-buku Ahlusunah yang paling penting, pada hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah, ketika sekelompok sahabat pergi berkunjung, beliau berkata: Bawalah sebuah pena dan kertas untuk aku tulis sesuatu untuk kalian, yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat. Beberapa orang dari para hadirin mengatakan: penyakit ini telah mengalahkan Nabi saw (dan dia mengigau) dan kami telah memiliki Alquran dan itu sudah cukup bagi kami. Terdengar huru-hara dan pertengkaran di tengah-tengah para hadirin, beberapa orang dari mereka berkata: "Bawakan kepada Nabi supaya beliau menulis dan sebagian lainnya mengatakan hal yang lain lagi, Nabi saw berkata:" Bangun dan pergilah kalian dari hadapanku. "[83] Di dalam buku Shahih Muslim, yang juga merupakan salah satu buku yang paling penting dari Ahlusunah, seseorang yang menentang kata-kata Nabi diperkenalkan bahwa dia adalah Umar bin Khattab. Dalam buku yang sama, sebagaimana halnya Sahih Bukhari, Ibnu Abbas senantiasa terus menyayangkan kejadian ini dan menganggapnya sebagai bencana yang besar. [84]
Nabi saw wafat pada tanggal 28 Safar tahun 11 H/632, atau dalam sebuah riwayat pada tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama di usianya yang ke-63. Sebagaimana yang tertulis di dalam buku Nahjul Balaghah, ketika ajal Nabi datang, kepalanya berada di antara dada dan leher Imam Ali as.[85]
Dan ketika itu, di antara putra-putri beliau yang hidup hanya Sayidah Fatimah sa. Putra-putranya yang lain yang di antaranya adalah Ibrahim yang lahir satu atau dua tahun sebelum beliau wafat, semua telah meninggal dunia. Jasad suci Nabi saw dimandikan dan dikafani oleh Imam Ali as dan dibantu dengan beberapa orang dari keluarganya dan ia dimakamkan di dalam rumahnya yang sekarang berada di dalam Masjid al-Nabawi.
Sementara Ali bin Abi Thalib as dan Bani Hasyim masih sedang mengurus acara pemakaman Nabi, sebagian orang dari para pemimpin kaum tidak memberikan perhatian pada omongan Rasulullah yang telah beliau sampaikan dua bulan yang lalu (lihat: peristiwa Ghadir) dan mereka berpikir bahwa mereka harus menentukan taklif pemimpin umat. Sebagian dari penduduk Mekah (Muhajirin) dan Madinah (Anshar) mengadakan pertemuan di sebuah tempat yang terkenal dengan nama Saqifah Bani Sa'idah. Mereka berkehendak secepatnya untuk memilih seorang pemimpin untuk kaum muslimin. Adapun siapa yang akan dipilih, mereka saling berbincang dan berdebat.[86] Setiap satu dari dua belah pihak Muhajir dan Anshar mereka sendiri merasa lebih pantas dari yang lainnya. Penduduk Mekah berkata: Islam muncul di kota dan di tengah-tengah kami; Nabi dari kaum kami; Kami adalah keluarganya; kami lebih dahulu menerima agama ini di banding kalian, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dari para Muhajir. Anshar berkata: Penduduk Mekah tidak menerima ajakan Muhammad saw. Dengannya mereka tidak bertindak baik dan bahkan memusuhinya; sebagaimana mereka mampu mengusiknya sehingga dengan terpaksa dia meninggalkan Mekah dan datang ke sisi kami Yatsrib; oleh karena itu, kami dululah yang menolongnya dan kamilah yang memarakkan Islam, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dipilih dari Anshar. Sebagian orang dari Anshar sudah merasa puas jika urusan pemerintah diurus oleh kedua belah pihak Muhajir dan Anshar dan mereka berkata: Dari kami seorang pemimpin dan dari Muhajirin seorang pemimpin. Akan tetapi Abu Bakar tidak setuju dengan pendapat tersebut dan berkata: Langkah semacam ini akan merusak persatuan umat Islam. Pemimpin dari kami dan para pejabat pembantu dipilih dari kalangan Anshar dan tanpa persetujuan mereka segala urusan tidak sah dan kemudian menukil sebuah riwayat dari Nabi saw yang berkata:
Riwayat ini diambil dari banyak hadis, walaupun dari segi teks dan sanadnya (dengan ibarat semacam ini) dapat didiskusikan kembali, namun itu adalah sebuah perkataan yang sangat efektif dan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertemuan-pertemuan semacam ini sehingga mengakhiri perdebatan Anshar.[87]
Selain riwayat yang dikemukakan oleh Abu Bakar, sepertinya permusuhan lama yang terpendam di tubuh dua kabilah Anshar, Aus dan Khazraj juga, tidak sedikit pengaruhnya terhadap alur pemikiran Muhajirin, karena jika saja kepemimpinan sampai ke tangan Anshar, kedua belah pihak suku tersebut tidak akan puas dengan kepemimpinan kabilah yang lainnya.
Perkataan Basyir bin Saad dari kabilah Kazraj yang menyetujui perkatan Abu Bakar dan kepuasannya dengan kepemimpinan kaum Muhajirin adalah salah satu tanda bukti hal tersebut. Karena kepemimpinan kaum Muhajirin dan Quraisy adalah hal yang sudah diterima, akhirnya perbincangan tiba pada sosok pribadi. Dua tiga orang yang memegang kekuasaan penuh majelis tersebut setiap satu dari mereka berpandangan dan akhirnya Umar dan Abu Ubaidah Jarrah, menerima Abu Bakar sebagai pemimpin dan berbaiat kepadanya. Kemudian kebanyakan dari para hadirin juga mengikuti apa yang mereka lakukan.
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke Masjid Nabi. Umar mengutarakan sebuah ceramah mengenai keutamaan Abu Bakar dan keterdahuluannya dalam memeluk Islam dan layanan serta khidmat pertolongan yang ia lakukan untuk agama dan menyebutkan kebersamaannya dengan Rasulullah dari Mekah ke Madinah, dan meminta kepada masyarakat untuk membaiatnya. Dan masyarakat juga membaiatnya, kecuali sebagian dari Anshar dan keluarga-keluraga Nabi yang ada di majelis tersebut tidak berkenan membaiatnya dan Abu Bakar secara resmi menjadi khalifah. Dan karena pada khilafah Abu Bakar sebagian orang dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul di Saqifah dan telah menentukan seorang khalifah dan orang-orang yang lainnya juga menerima dengan apa adanya, maka perbuatan semacam ini telah menjadi sebuah tradisi sunnah.
Abu Bakar dalam majelis tersebut menyampaikan khutbahnya dan di sela-sela khutbah tersebut berkata: "Aku yang kalian pilih untuk menjadi pemimpin kalian bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, dan aku siap melepaskan tanggung jawab ini dari pundakku. Aku berpegang pada Alquran dan Sunnah Nabi dalam mengatur urusanku dan urusan kaum muslimin."[88]
Badan Nabi saw tinggal di rumah Aisyah. Keluarga-keluarga beliau berada di sekelilingnya; fikih Islam berkata: Dalam upacara memandikan dan mensalati mayat tidak boleh ditunda-tunda; ini cermin bagi setiap muslim. Pemakaman Nabi Islam memiliki tradisi tersendiri. Mengapa para pembesar terbengkalai dari keutamaan ini, mungkin takut terkena fitnah dan mereka ingin secepatnya memilih pemimpin umat, namun apakah formalitas semacam ini telah menghabiskan banyak waktu?[89] Dari zaman itu sampai sekarang sudah lewat hampir lebih dari 14 abad. Mereka yang berada dalam perkumpulan itu dan menempatkan kedudukan mereka sebagai wakil kaum muslimin apakah mereka melakukannya demi Islam ataukah mereka khawatir akan pecahnya persatuan kaum muslimin, kita tidak tahu. Yang penting hal itu sudah sampai di sisi Allah sebagai Tuhannya dan perhitungannya ada pada-Nya. Namun dari sejak hari itu, telah muncul perpecahan di tengah komunitas kaum muslimin yang sama sekali tidak akan pernah bersatu.[90]
Dari kelompok yang enggan berbaiat adalah Saad bin Ubadah, ketua kabilah Khazraj yang berbaiat kepada Abu Bakar, dan ia tidak pernah hadir sama sekali dalam salat yang dia dirikan. Di masa-masa kekhilafahannya, Umar ia pergi ke Syam dan bermalam di suatu tempat bernama Hauran sebuah kota besar di bawah naungan Damaskus.
Di pertengahan malam orang-orang melihatnya terkapar luka dikarenakan panah. Orang-orang berkata: Para jin telah membunuhnya kemudian orang-orang dalam pembunuhannya membuat sebuah syair:
Selain Saad, Ali as dan Bani Hasyim serta beberapa orang dari para sahabat juga hingga beberapa waktu enggan berbaiat kepada Abu Bakar. Sebagian dari ahli sejarah menulis:
Dengan demikian, Abbas, Zubair dan yang lainnya merasa bimbang untuk berbaiat kepada Abu Bakar, namun akhirnya mereka memastikan diri untuk berbaiat dan pemerintahanpun terlaksana dengan baik.[91]
Nabi saw sebelum diutus, 40 tahun hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya kosong dari kemunafikan, sifat-sifat yang kotor dan hal-hal yang tidak terpuji. Beliau dikenal dan dianggap oleh orang lain sebagai seorang yang jujur dan dipercaya (al-Amin). Nabi kemudian ketika menyampaikan risalahnya, mereka tidak mendustakan kepribadiannya akan tetapi mereka mengingkari ayat-ayat yang dibawanya. Hal ini juga disinggung dalam Alquran:
Juga dinukil dari Abu Jahal yang berkata: Kami tidak mendustakanmu, akan tetapi kami tidak menerima tanda-tanda yang kamu bawa. [93] Nabi saw di permulaan risalahnya kepada Quraisy, berkata:
Ketika itu Nabi mengatakan bahwa beliau telah diutus oleh Allah untuk memberi peringatan kepada masyarakat.
Selain latar belakang yang baik, urgensitas kabilah dan keluarga Nabi saw dan juga beliau dari kalangan Arab sendiri memiliki peran penting pada kedudukan dan keberhasilan Nabi. Kabilah Quraisy sejak dulu dari tahun-tahun sebelumnya adalah sebuah kabilah yang sudah tersohor dan memiliki kedudukan penting di kalangan Arab. Kepentingan ini telah menyebabkan banyak dari para kabilah yang menerimanya sebagai kabilah yang tak tertandingi sehingga pada batas-batas tertentu sebagian kabilah mengikutinya dalam berbagai urusan. Dari sisi lain, kakek buyut Nabi (Qushai bin Kilab, Hasyim dan Abdul Muththalib adalah sosok-sosok pribadi terkenal yang memiliki kemuliaan dan keagungan.
Komunitas semenanjung Arab pada waktu itu, adalah sebuah komunitas tertutup dan tidak memiliki hubungan kebudayaan tertentu dengan daerah-daerah lain. Kondisi semacam ini memunculkan semangat Arabisme secara kuat di dalam diri mereka dan hal ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima orang lain karena mereka orang lain dan mereka hanya menerima apa yang datang dari diri mereka sendiri. Barangkali ayat dibawah ini mengisyaratkan hal ini:
Mengingat bahwa penduduk Arab adalah audien pertama Islam, maka jati diri Nabi saw sebagai orang Arab telah menambah kuat penerimaan pesan dan nasehatnya di kalangan mereka. Alquran juga telah mengisyaratkan hal tersebut.[96]
Keistimewaan yang paling tinggi dan yang paling mencolok dari sosok pribadi Nabi saw adalah dimensi akhlak yang beliau sandang. Alquran dalam hal ini mensifati: وَ إِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظيمٍ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. [97]
Dalam mensifati prilaku dan sifat-sifat Nabi saw mereka mengatakan: Dia kebanyakannya diam dan tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Dan sama sekali jarang membuka mulutnya. Banyak tersenyum dan tidak pernah tertawa terbahak-bahak, ketika hendak menghadap seseorang beliau dengan seluruh tubuhnya berbalik. Dia sangat senang terhadap kebersihan dan aroma yang harum, yang mana jika seseorang melewati sebuah tempat yang pernah didatanginya, seakan-akan merasakan kehadirannya di tempat tersebut karena aroma yang tertinggal masih terasa.
Dia hidup dalam puncak kesederhanaan dan makan di atas lantai dan tidak pernah sombong. Dia makan tidak pernah sampai kenyang. Dan di sebagian besar waktu, khususnya ketika dia baru memasuki Madinah, dia mampu menahan rasa laparnya. Dengan ini semua, dia tidak hidup seperti para pendeta, dan dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia akan memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia, dia juga sering berpuasa dan beribadah.
Prilakunya dengan sesama muslim bahkan dengan non muslim berlaku dengan cara yang bijaksana, penuh derma, penuh kasih dan pemaaf. Perjalanan hidup dan kehidupannya begitu menyejukkan hati kaum muslimin sehingga sampai dinukil ke pelosok-pelosok daerah dan hal tersebut sampai sekarang menjadi panutan dan tauladan bagi kita semua. [98]
Amirul Mukminin Ali as dalam mensifati paras Nabi saw mengatakan: "Siapa saja yang melihatnya sebelum mengenalnya, ia akan merasakan kewibawaannya. Dan siapa saja yang berinteraksi dengannya dan atau mengenalnya ia akan menyukainya. [99]
Nabi membagi pandangannya di tengah kaum muslimin dan melihat mereka dengan kadar yang sama. [100] Dia sama sekali tidak berjabatan tangan dengan seseorang dan kemudian melepas tangannya kecuali orang tersebut melepaskan tangannya terlebih dahulu. [101]
Nabi saw dengan siapa saja berkomunikasi sesuai dengan kadar kapasitas akal orang yang diajak bicara. [102] Pengampunan dan pemaafannya bagi orang yang telah menzaliminya begitu tersohor [103] sehingga Wahsyi (pembunuh pamannya Hamzah) dan Abu Sufyan musuh utama Islam juga dimaafkan.
Nabi saw hidup dalam kezuhudan. Di sepanjang umurnya, dia tidak memiliki sesudut kamarpun untuk dirinya dan kamar-kamar sederhana yang terbuat dari tanah, yang ada di samping masjid itu adalah khusus milik istri-istrinya. Atapnya terbuat dari batang kurma dan pintunya digantungi korden yang terbuat dari bulu-bulu kambing atau bulu-bulu unta sebagai ganti dari pintu kayu. Kemudian beliau juga mempunyai sebuah bantal kepala yang isinya penuh dengan daun-daun kurma. Kasur dari kulit yang dipenuhi dengan daun-daun kurma yang mana sepanjang umur, beliau tidur di atasnya. Selimutnya terbuat dari kain yang kasar yang membuat badan gatal dan beliau juga memiliki kain selempang yang terbuat dari bulu unta. Padahal ketika itu, beliau baru saja menyelesaikan peperangan Hunain yang mana harta rampasan dari perang tersebut adalah empat ratus ribu unta, lebih dari empat puluh ribu domba, emas dan perak dengan kadar yang tidak sedikit, yang telah beliau bagikan ke sana dan ke sini.
Makanannya dikirim dari rumah, perlengkapan serta baju yang dipakainya sangat zuhud. Apalagi lewat berbulan-bulan di rumahnya api tidak menyala untuk memasak, makanannya secara keseluruhan adalah kurma, dan roti yang terbuat dari tepung ju (seperti gandum). Dua hari berturut-turut beliau tidak pernah makan dengan perut kenyang. Beliau sehari dua kali tidak beranjak dari taplak meja makan dengan perut kenyang. Sering kali beliau dan keluarganya malam-malam tidur dalam keadaan lapar. Suatu hari Fatimah membawa roti ju untuknya dan berkata: Aku membuat roti dan hatiku tidak puas jika aku tidak membawakannya untukmu. Makanlah itu dan lantas Nabi berkata: "Hanya makanan inilah yang ayahmu makan dari semenjak tiga hari yang lalu". Suatu ketika di perkebunan kurma salah satu dari sahabat Anshar sedang makan kurma, beliau bersabda: "Sudah hari keempat aku tidak makan". Terkadang saking laparnya, dia meletakkan batu ke perut dan mengikatnya (sehingga rasa lapar dapat teratasi). Ketika dia wafat perisainya digadaikan dengan tiga puluh canting ju kepada seorang Yahudi. [104]
Pengepungan Bani Hasyim
Setelah perkembangan Islam yang meningkat di Mekah, dan juga melihat penolakan raja Najasyi untuk mengembalikan orang-orang yang baru masuk islam yang berhijrah ke Habasyah, akhirnya orang-orang Quraisy menekan Muhammad saw dan bani Hasyim dari sisi ekonomi dan sosial. Mereka menulis surat perjanjian dan berjanji untuk tidak memberikan anak perempuan kepada anak keturunan Hasyim dan Abdul Muththalib atau tidak mengambil anak perempuan dari mereka, tidak menjual sesuatu kepada mereka dan tidak membeli sesuatu dari mereka. mereka menggantungkan surat perjanjian itu di tembok Kakbah. kemudian setelah itu, bani Hasyim dan bani Abdul Muththalib terpaksa menjalani kehidupan mereka di lembah yang bernama Syi'b Abi Yusuf yang kemudian dikenal dengan nama Syi'b Abi Thalib. [34]
Pengepungan atau pengasingan bani Hasyim berlanjut selama 2 atau 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut mereka benar-benar hidup dalam kesulitan yang sangat berat. Beberapa orang dari sanak famili mereka, secara diam-diam pada malam hari mengantarkan tepung gandum dan makanan lainnya kepada mereka. Pada suatu malam, Abu Jahal yang benar-benar memusuhi bani Hasyim, mengetahui hal tersebut. Iapun menghadang dan menghalangi Hakim bin Hizam yang biasa membawa barang berupa tepung gandum untuk Khadijah. Beberapa orang ikut campur tangan dan bangkit menegur perbuatan Abu Jahal. Sedikit demi sedikit beberapa kelompok dari mereka menyesali tindakan yang mereka lakukan dan mulai bangkit mendukung bani Hasyim dan mengatakan bahwa mengapa bani Makhzum hidup dalam kenikmatan sedangkan putra-putra Hasyim dan Abdul Muththalib hidup dalam kesengsaraan.
Akhirnya mereka berkata, surat perjanjian yang telah diputuskan tersebut harus dimusnahkan. Sekelompok dari orang-orang yang ikut dalam perjanjian tersebut berencana untuk merobek surat perjanjian tersebut. Dalam catatan riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq dituliskan bahwa ketika mereka mengecek surat perjanjian, mereka melihat bahwa surat tersebut sudah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan "باسمک اللهم" . [35]
Ibnu Hisyam menulis: Abu Thalib pergi dan berkata kepada kaum Quraisy:
Diangkatnya Muhammad SAW Menjadi Nabi
Diceritakan dalam buku Tasawuf Dalam Dimensi Zaman: Definisi, Doktrin, Sejarah & Dinamika Keumatan karya Yandi Irshad Badruzzaman, Nabi Muhammad SAW suka menyendiri, berkhalwat di Gua Hira.
Di Gua Hira ini, Nabi Muhamamd SAW melatih dirinya untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan kemewahan dunia, tekun, berjihad, berzikir, berpikir, dan mengindari makan-minum yang berlebihan.
Kebiasaan hidup seperti ini, membuat cahaya kenabian dalam diri Rasulullah SAW pun semakin kuat. Hingga malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu pertamanya kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadan.
ISTERI-ISTERI RASULULLAH SAW
Wafatnya Kakek Nabi Muhammad SAW
Merangkum buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW oleh Abdurrahman bin Abdul Karim dijelaskan kisah wafatnya kakek Nabi Muhammad SAW, Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib meninggal dunia di usia 80 tahun saat Nabi Muhammad SAW baru berusia 8 tahun. Kepergian sang kakek membuat Nabi Muhammad SAW dilanda perasaan sedih.
Sepeninggal Abdul Muthalib, Nabi Muhammad SAW kemudian diasuh oleh sang paman, Abu Thalib. Di bawah asuhan sang paman ini, Nabi Muhammad SAW mendapat perhatian dan pemeliharaan yang baik. Nabi Muhammad SAW kecil benar-benar dilindungi sampai beliau beranjak dewasa dan memasuki masa kenabian. Abu Thalib bahkan terus menjaga sang keponakan sampai akhir hayatnya.
Sejarah R.A. Kartini perlu diketahui karena ia adalah salah satu pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia serta emansipasi kaum wanita.
Raden Adjeng Kartini atau lebih dikenal sebagai R.A. Kartini adalah seorang tokoh perempuan Indonesia yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perjalanan hidupnya, R.A. Kartini banyak berjasa untuk memajukan kehidupan perempuan Indonesia, khususnya perjuangan untuk membuka akses pendidikan bagi para perempuan agar tidak tertinggal.
Peristiwa-peristiwa setelah Fathu Mekah
Sementara belum 15 hari Nabi saw tinggal di Mekah sebagian besar dari kelompok kabilah jazirah Arab yang belum menjadi muslim telah bersatu untuk menentang beliau. Nabi saw dengan laskar pasukan besar dari kaum muslimin keluar dari Makah dan ketika mereka sampai ke sebuah tempat bernama Hunain, para musuh yang telah bersembunyi mengindap di lembah-lembah sekitar kota, mulai memanahi para pasukan. Hujan panah yang begitu dahsyat membuat para pasukan Islam mundur, sebagian kecil dari mereka menetap tinggal, namun akhirnya mereka juga lari kembali dan kemudian menyerang pasukan musuh dan mereka mengalahkannya.[73]
Perang Tabuk adalah salah satu peristiwa yang terjadi pada tahun ke-10 H. Berita sampai kepada Rasulullah bahwa kaum Romawi telah menyiapkan pasukan yang cukup besar di sebuah tempat bernama Balqa dan ingin menyerang kaum muslimin. Musim panas yang begitu sulit menyengat dan merupakan masa matangnya buah-buahan dan kebanyakan dari masyarakat ingin tinggal beristirahat di rumah mereka masing-masing. Dan pada Baitul Mal juga tidak terlihat adanya kekayaan. Nabi seperti biasa tidak pernah menentukan tujuan ketika mengirim laskar pasukan, namun pada perang Tabuk ini, karena kekhawatiran dan kesulitan yang mungkin terjadi, beliau mengumumkan bahwa kita akan pergi berperang melawan kaum Romawi. Sebagian kelompok mengatakan bahwa: Sekarang ini musim panas dan jangan pergi pada musim ini! Kelompok ini adalah kelompok orang-orang yang dikecam oleh ayat Alquran. Allah swt berfirman:
Para ahli sejarah menulis bahwa pasukan Islam dalam peperangan ini mencapai tiga puluh ribu orang. [75] Dan ini adalah paling tingginya angka pasukan laskar dalam peperangan Islam yang diikuti Rasulullah saw, bahkan paling tingginya angka pasukan yang terkumpul di tanah Arab hingga hari itu. Pada pengiriman pasukan laskar pada kali ini Nabi menetapkan Ali bin Abi Thalib untuk tinggal di Madinah untuk mengurusi segala keperluan rumah tangga beliau. Orang-orang munafik berkata, dia tidak ingin dalam perjalanan ini Imam Ali ikut bersamanya karena itu, Ali as mengadu kepada Nabi tentang hal ini, lantas beliau bersabda: "Aku telah menjadikanmu sebagai khalifahku bahwasannya engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa, hanya saja setelahku tidak ada Nabi." Laskar pasukan sangat letih dan lelah kehausan dan ketika mereka sampai ke Tabuk ternyata berita bahwa orang-orang Romawi telah siap untuk menyerang tidaklah benar.
Perang Tabuk adalah perang terakhir kaum muslimin dengan kaum non muslim dalam kehidupan Rasulullah. Sejak saat ini seluruh jazirah Arab menyerah. Setelah perang inilah setiap kabilah datang ke hadapan Rasulullah dan mengirim perwakilan mereka untuk menyatakan kepatuhan kabilah mereka dan menerima Islam sebagai keyakinan mereka. Dan bisa dikatakan kira-kira seluruh kabilah secara umum telah menjadi muslim. Berdasarkan inilah tahun ini dinamakan 'Amul Wufud(Wufud kata jamak dari "wafd" yang berarti sekelompok perwakilan atau para tamu).[76]
Setelah perang Tabuk, Islam di seluruh jazirah Arab semakin maju berkembang. Sejak saat itu, senantiasa berbagai delegasi dari para kabilah datang ke Madinah dan memeluk agama Islam. Dalam prakteknya, Nabi saw selama berada di tahun ke-10 yang telah disebut sebagai "Amul Wufud" ini, beliau selalu berada di Madinah dan menerima delegasi para kabilah.[77] Begitu juga di tahun ini Nabi saw mengadakan perundingan bersama orang-orang Kristen Najran,[78] pergi menunaikan ibadah haji dan di perjalanan pulang Nabi mengumunkan bahwa Ali bin Abi Thalib as sebagai pengganti dan pemimpin kaum muslimin setelahnya di sebuah tempat bernama Ghadir Khum.[79]
Di tahun ke-9 H, Nabi Muhammad saw bersamaan dengan korespondensinya dengan para kepala pemerintahan dunia, menulis surat kepada uskup Najran dan meminta para warga Najran untuk menerima Islam. Para pengikut Kristen memutuskan untuk mengirim tim ke kota Madinah untuk berbicara dengan Nabi dan menganalisa ucapan dan perkataannya.
Dewan utusan delegasi bertemu dengan Nabi di Masjid Madinah. Setelah kedua belah pihak bersikeras melegitimasi keyakinan dan kebenaran mereka, masalah berakhir dengan sebuah keputusan bahwa mereka di penghujung saling mengutuk (Mubahalah), dan diputuskan bahwa hari berikutnya, semua harus bersiap-siap pergi ke luar kota Madinah, di kisaran tepian gurun pasir supaya melakukan Mubahalah. (saling mengutuk)
Dini harinya, Nabi saw datang ke rumah Imam Ali as. Dia memegang tangan Imam Hasan as dan memeluk Imam Husain as, dan pergi keluar dari Madinah bersama-sama dengan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa untuk bermubahalah. Karena orang Kristen melihat mereka, mereka menolak untuk melakukan mubahalah dan menuntut untuk melakukan rekonsiliasi.[80]
Pertempuran dengan Kaum Yahudi
Pertempuran pertama dengan kaum Yahudi terjadi beberapa pekan setelah terjadinya perang Badar dan kemenangan besar kaum muslimin. Kaum Yahudi Bani Qainuqa' bertinggal di sebuah benteng di luar kota Madinah dan mereka sibuk dengan pekerjaan mereka berpandai emas dan besi. Para ahli sejarah menulis bahwa suatu hari seorang perempuan arab pergi ke pasar dan menjual barang-barangnya di pasar Bani Qainuqa' dan duduk di depan pintu toko pandai emas, salah seorang Yahudi mengikat pakaiannya pada salah satu yang ada dibelakangnya, lalu perempuan itu berdiri kemudian sebagian pakaiannya tersangkut dengan bagian yang terikat dan orang-orang Yahudi menertertawakannya. Kemudian perempuan itu berteriak memanggil kaum muslimin dan meminta pertolongan mereka.
Lalu perseteruan sengitpun meluap, seorang muslim menolong perempuan itu dan seorang Yahudi itu dibunuhnya. Kaum Yahudi mengamuk dan membunuh seorang muslim tadi kemudian fitnahpun memanas kebencian menyulut. Setelah kejadian ini, Nabi saw menakut-nakuti kaum Yahudi atas akibat perbuatan orang-orang Quraisy dengan apa yang mereka lakukan dan mengecam kepada mereka jika kalian masih mau tinggal di sini maka mereka harus menyerah. Bani Qainuqa' berkata: Kau jangan tertipu dengan kekalahan penduduk Mekah, mereka bukan pemuda-pemuda ahli perang. Jika kami berperang denganmu, maka akan kami tunjukkan padamu siapa kami dan apa yang dapat kami perbuat kepadamu. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berkenaan dengan hal ini:
Nabi terpaksa mengepung dan mengurung mereka, dan pengepungan mereka berlangsung selama 15 hari, siang dan malam. Ketika mereka menyerahkan diri, Abdullah bin Ubay memohon-mohon supaya Nabi membiarkan mereka hidup dan tidak membunuh mereka, dan mengasingkan mereka ke kota Syam. Pengepungan sekelompok dari kaum Yahudi ini terjadi di bulan Syawal pada tahun kedua hijrah.[57]
Tahun ke-3 H, para Quraisy meminta bantuan kepada para sekutunya untuk bersatu menentang kaum muslimin dan dengan pasukan yang bersenjatakan lengkap bergerak berjalan menuju Madinah dengan dipimpin oleh Abu Sufyan. Mulanya Nabi saw ingin menetap di Madinah, namun pada akhirnya, beliau merencanakannya di luar kota untuk menghadapi pasukkan musuh yang datang dari Mekah. Di sebuah tempat dekat gunung Uhud, kedua pasukan berhadap-hadapan satu dengan yang lainnya dan meskipun pada mulanya kemenangan berada di pihak kaum muslimin namun dengan strategi yang digunakan oleh Khalid bin Walid dengan mengambil kesempatan dari kelalaian kelompok kaum muslimin, kaum musyrikin menyerang dari belakang dan mulai sibuk membunuh dan menghabisi kaum muslimin. Dalam peperangan ini Sayidina Hamzah paman Nabi saw syahid dan Nabi sendiri terluka dan isu terbunuhnya Nabi juga membuat semangat perang kaum muslimin menjadi lemah. Kaum muslimin sedih dan kembali ke kota Madinah dan beberapa ayat Alquran mengenai peristiwa ini turun, yang isinya mencakup belasungkawa kepada kaum muslimin.